Glitter Text Generator at TextSpace.net

Rabu, 16 November 2011

Salah satu sifat Allah SWT yang harus kita imani adalah Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Ar-Rahman atau Maha Pengasih ini diberikan-Nya kepada seluruh mahluk ciptaannya tanpa kecuali sedangkan Ar-Rahim atau Maha Penyayang hanya diperuntukkan bagi umatnya yang mau tunduk kepada perintah-Nya, yaitu kaum muslimin( kaum yang berserah–diri ). Hukum alam atau Sunatullah, yaitu kunci yang memperlihatkan hukum sebab-akibat atas aturan-aturan Allah SWT agar manusia dapat mengenal dan menaklukkan alam adalah salah satu nikmat dan bukti ke-ArRahman-anNya. Itulah sebabnya semua orang, baik muslim atau bukan, yang mau berusaha mencari ilmu berdasarkan hukum alam yang banyak tersebar di muka bumi ini, atas izin-Nya, akan mendapatkan kemudahan dan kesenangan dunia. Sebaliknya bagi ilmuwan muslim, kemudahan dan kebahagiaan dunia adalah ‘bonus’ karena tujuan utama seorang muslim adalah kebahagiaan akhirat. Karena seorang muslim menyadari bahwa dunia adalah jembatan menuju suatu tujuan, sedang tujuan adalah akhirat yang mempunyai dua ujung yaitu surga dan neraka.
“ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi ……”(QS.Al-Fushilat(28):77).

Al-Ghazali mengingatkan, seseorang hendaknya menuntut ilmu tidak hanya sekedar kebutuhan melainkan harus hingga tuntas, hingga sampai kepada hakekat atau inti ilmu tersebut. Karena hanya dengan inti ilmu inilah seseorang akan mencapai suatu tingkat penyingkapan akan rahasia dan kebesaran Sang Maha Pencipta, Allah azza wa jalla. Itulah keutamaan ilmu karena puncak ilmu adalah pengenalan Allah SWT. Dengan ilmu manusia dapat lebih merasakan sekaligus mengagumi kekuasaan dan kebesaran-Nya. Rasulullah bersabda:” Barangsiapa yang bertambah ilmunya tetapi tidak bertambah petunjuknya, maka ia akan bertambah jauh dari Allah.”
Ilmu yang hanya dimaksudkan untuk memperoleh kekuasaan, harta dan pangkat tidak akan sampai kepada hakekat hidup yang sebenarnya. Menurut Al-Ghazali pengetahuan indrawi tunduk dibawah ilusi dan kesesatan. Sebagai contoh, ia mengemukakan betapa matahari dan bintang-bintang di langit terlihat begitu kecil, ia hanya bagaikan dinar dinar yang berserakan di atas hamparan kebiruan padahal sesungguhnya ia adalah benda raksasa di langit, bahwa apa yang diterima oleh mata adalah hanya bayangan terbalik, bagaimana fatamorgana telah menipu penglihatan. Bukankah penglihatan kita ini terbentur hanya sebatas dinding atau paling jauh hanya sebatas cakrawala? Demikian pula seluruh panca-indra kita, sesungguhnya ia hanya memiliki kemampuan yang amat sangat terbatas. Oleh sebab itu, masih menurut Al-Ghazali, pengetahuan indrawi patut diragukan kebenarannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar